Sekian banyak perdebatan tentang hukum tahlilan, tapi saya tidak ingin membahas kontroversi ini, saya hanya akan menjelaskan menurut pandangan saya.
Isi pembacaan tahlil/maulid adalah mencakup semuanya seperti membaca ayat Quran (Yaasin dan sebagainya) kemudian membaca Laa ila ha illa Allah, Tasbih dan Takbir, kemudian kita membaca riwayat Nabi saw, sholawat dan salam atas junjungan kita Nabi Muhamad SAW. Setelah itu kita berdoa bersama pada Allah SWT, untuk roh-roh Anbiya (para Nabi-nabi), ulama-ulama dan semua saudara-saudara kita muslimin yang telah meninggal agar diampunkan dosa mereka, dinaikkan derajat mereka di surga dan rahmat Allah SWT agar selalu mengiringi mereka. Kemudian kita berdoa pada Ilahi agar amalan-amalan, rahasia ilmu dan kelebihan agama yang dikaruniakan oleh Allah SWT pada mereka waktu masih hidup, semuanya itu agar Allah mengaruniakan juga pada kita yang masih hidup ini.
Setelah itu dikeluarkan hidangan-hidangan, menurut kemampuan dan kerelaan masing-masing, untuk para hadirin. Tujuan hidangan ini tidak lain agar menyemarakkan serta menggembirakan para hadirin serta tidak ada paksaan dalam hal ini.
Secara hukum, perlu saya tegaskan memang "TAHLILAN BUKAN MERUPAKAN SUNNAH NABI", ia tak lebih hasil dari sebuah pilot project dakwah para walisongo.
Dalam sejarahnya tahlilan adalah hasil kerja dakwah walisongo, yang digagas secara cerdas, halus, dan jitu dalam merubah adat kebiasaan pra islam yang cenderung negatif. Di jaman pra Islam, meninggalnya seseorang diikuti dengan kebiasaan kumpul-kumpul di rumah duka yang kemudian cenderung diisi hal-hal negatif, mabuk-mabukan dan seterusnya. di sinilah tahlilan muncul sebagai terobosan cerdik dan solutif dalam merubah kebiasaan negatif masyarakat, solusi seperti ini pula yang saya sebut sebagai kematangan sosial dan kedewasaan intelektual sang da'i yaitu walisongo. Kematangan sosial dan kedewasaan intelektual yang benar-benar mampu menangkap teladan Nabi Muhammad SAW dalam melakukan perubahan sosial bangsa arab jahiliyah. Dinamika pewahyuan Al-Quran pun sudah cukup memberikan pembelajaran bahwa melakukan transformasi sosial sama sekali bukan pekerjaan mudah, bukan pula proses yang bisa dilakukan secara instant.
Di jamannya, walisongo sudah berhasil melakukan transformasi sosial yang amat sangat bisa diterima masyarakatnya. Walaupun sangat disayangkan sekali proses transformasi yang dilakukan para walisongo belumlah sempurna karena tidak ada generasi yang mampu melakukan penyempurnaan dalam dakwah Islam.
Yang perlu disayangkan sekali dan sangat sangat disayangkan sekali adalah telah terjadi sebuah fakta yang menyesakkan dada, yaitu ketika kebanyakan orang lebih mementingkan tahlilan daripada kewajiban sholat lima waktu. Ini terjadi di daerah saya, dan mungkin juga kebanyakan di daerah lain, dimana ketika sholat jamaah di masjid, yang hadir berjamaah sedikit dibandingkan yang hadir tahlilan.
Memang sudah saatnya kita menemukan metode baru syiar Islam dan metode transformasi syariat yang baru yang efektif demi tercapainya kesempurnaan Islam. Daripada kita harus sibuk gontok-gontokan satu sama lain tentang mana yang benar yang sebenarnya menguras energi kita sendiri. Tugas kitalah untuk menyempurnakan pilot project dakwah yang telah dirintis para walisongo.
Sumber : http://anadhar.multiply.com/journal/item/9
No comments:
Post a Comment