Thursday, December 24, 2009

Tahlilan

Tahlilan berasal dari kata TAHLIL, yg mempunyai arti mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” (tiada Tuhan yg layak disembah selain ALLOH SWT). Aku sebenarnya pernah tulis artikel yg serupa, yakni:
- mengupas kandungan kalimat tauhid (tahlil juga bisa disebut kalimat tauhid)
- khutbah Jum’at 14 Juli 2006

Yang hendak aku kupas di sini adalah amalan tahlilan yg biasa dilakukan oleh masyarakat (muslim) Indonesia. Bagi mayoritas masyarakat Indonesia, tahlilan identik dengan ‘perayaan’ (memperingati) kematian seseorang. Yg biasa dilakukan adalah tahlilan 3hari meninggalnya, 40hari, 100hari, dst. Fenomena ini dilakukan tidak saja di lingkungan dusun/kampung, namun juga dilakukan oleh masyarakat perkotaan.

Pertanyaannya, bagaimana amalan tahlilan ini?

Jika kita lihat amalan tahlilan yg ‘biasa’ (bukan dalam rangka memperingati sekian hari meninggalnya seseorang), hanya berupa mengucapkan kalimat tauhid…maka ini dianjurkan. Karena lidah yg terbiasa melafadzkan kalimat tauhid, insya ALLOH di ujung hidupnya lidahnya tetap akan senantiasa basah dengan mengucap dan mengingat ALLOH SWT. :)

Sementara jika yg dimaksud dg tahlilan di sini adalah BERKUMPULNYA KAUM MUSLIM DI RUMAH SESEORANG, DALAM RANGKA MEMPERINGATI SEKIAN HARI WAFATNYA ANGGOTA KELUARGA PEMILIK RUMAH, mari kita simak dulu beberapa hal berikut.

Imam Asy Syafi’I, yakni seorang imamnya para ulama’, mujtahid mutlak, lautan ilmu, pembela sunnah dan yang khususnya di Indonesia ini banyak yang mengaku bermadzhab beliau, telah berkata dalam kitabnya Al Um (I/318) :
” Aku benci al ma’tam yaitu berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit meskipun tidak ada tangisan, karena sesungguhnya yang demikian itu akan memperbaharui kesedihan .”

Dari pernyataan Imam Syafi’i di atas, beliau menerangkan bahwa berkumpul di rumah ahli mayit (meskipun menurut kebiasaan) akan memperbaharui kesedihan (dengan kata lain, si pemilik rumah, yg anggota keluarganya wafat, akan merasa sedih lagi, meskipun tidak mesti menangis). JANGAN SALAH, ini bukan berarti kalau tidak sedih boleh dilakukan. Sama sekali tidak! Perkataan Imam Syafi’I diatas tidak menerima pemahaman terbalik atau mafhum mukhalafah.

Dari beberapa sumber referensi, aku dapatkan pengertian bahwa : ” beliau (imam Syafi’i) dengan tegas MENGHARAMKAN berkumpul-kumpul di rumah keluarga/ahli mayit. Ini baru berkumpul saja, bagaimana kalau di sertai dengan apa yang kita namakan disini sebagai Tahlilan ?”

Sementara itu, Imam Ibnul Qayyim, di kitabnya Zaadul Ma’aad (I/527-528) menegaskan bahwa berkumpul-kumpul ( dirumah ahli mayit ) dengan alasan untuk ta’ziyah dan membacakan Qur’an untuk mayit adalah ” Bid’ah ” yang tidak ada petunjuknya dari Nabi SAW.

Bahkan para ulama/imam empat (Imam Malik, Syafi’i, Hanafi dan Hambali) sepakat dengan melarang hal tersebut (tahlilan). Mereka berempat tidak berselisih/berbeda pendapat tentang larangan hal tersebut melainkan dalam masalah tingkatannya, haram atau makruh saja. Dan tidak ada seorangpun dari mereka yang mengatakan bolehnya tahlilan. Bahkan para sahabat g menggolongkan hal tersebut sebagai niyahah/ratapan terhadap si mayit. Dan ulama telah sepakatkan keharaman niyahah.

Dengan demikian, TAHLILAN BUKANLAH AJARAN ISLAM…melainkan adopsi dari agama Hindu. Aku yakin para Wali Sanga mempunyai alasan tertentu mengapa beliau2 tidak menghapus budaya ini. Salah satu alasan yg aku ketahui adalah untuk memudahkan penyebaran agama Islam. Sebagaimana diketahui, masyarakat Indonesia (terutama Jawa) sangat mencintai budayanya (bahkan cintanya berlebihan).

Aku yakin, Wali Sanga mempunyai keinginan untuk menghapus (secara berangsur-angsur) budaya yg tidak Islami ini. Namun sayangnya, mereka tidak sempat menghapus budaya ’sesat’ ini, sehingga budaya ini terus menerus diajarkan turun temurun.

Mudah-mudahan artikel ini bermanfaat dan memberikan pencerahan bagi kita semua.

sumber : http://tausyiah275.blogsome.com/2006/09/05/tahlilan/

No comments:

Post a Comment

Artikel Teman :